Rabu, 03 September 2008

MASYARAKAT AS MANULEA MERINDUKAN LISTRIK / As Manulea yearn for electricity

Oleh: Densy Un

Desa As Manulea terletak 7 km dari kota kecamatan. Di ibu kota kecamatan sudah mendapatkan fasilitas penerangan/listrik
dari PLN. Sementara di desa As Manulea yang letak dengan batas kota kecamatan hanya cuma 3 km, belum mendapat jaringan listrik hingga sekarang. Padahal kebutuhan akan penerangan sangat penting, dimana anak-anak bisa belajar di malam hari. Kegiatan kerajinan tangan masyarakat, misalnya tenun ikat yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat kaum perempuan
di As Manulea, tidak hanya dilakukan pada siang hari saja, namun tidak bisa dilanjutkan di malam hari. Bayangkan saja kalau
di tempat-tempat tertentu/ desa-desa tertentu sudah ada listriknya sementara di desa kami sampai sekarang belum ada.

Berbicara soal listrik di masa sekarang sangat erat hubungannya dengan kenaikan BBM yang sangat memuncak. Dimana masyarakat As Manulea merindukan kalau boleh pemerintah memfasilitasinya. Di As Manulea sebagian masyarakatnya menggunakan genset/ generator, yang bahan bakarnya harus dibeli dengan harga yang cukup mahal.

Himbuan saya kepada pemerintah daerah, propinsi dan pemerintah pusat supaya jangan hanya fokuskan pengembangan
di kota-kota, tetapi membangunlah juga ke desa-desa sebagaimana desa adalah bagian kecil dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

By: Densy Un

As Manulea village located seven kilometers from district town. The district town has had electricity facility from State Power Electricity. Yet in As Manulea, located only 3 km from district town border has not had electricity until now. Whereas the need for lights is very important, so that children can study in the evening, As Manulea women can make handycraft e.g. ikat woven cloth not only in the afternoon but also in the evening. It can be imagined As Manulea hasn’t had electricity whereas in other places have. Talking about electricity for this time being is related to fuel price rises. But whatever the condition, As Manulea society yearn for electricity, if government may facilitate it. My suggestion to the local, province and government center not to focus to much to city development, but develop also villages. Because villege is the smallest part of Indonesia State.

JALAN-JALAN DI PASAR BRINGHARJO

Oleh: Densy Un

Ketika memasuki Pasar Bringharjo, dalam kebingungan, karena pengunjungnya yang ramai, menjumpai seorang ibu penjual buah-buhan. Juari namanya, suaminya Sukiman. Pasangan suami istri itu dianugerahi dua orang anak. Perempuannya Sri Lestari dan Juanto adiknya. Keluarga ini asalnya Sitarum Godean Soelaiman. Juari berjualan buah-buhan yang menurut pengakuannya sudah 25 tahun ia tekuni. Suaminya tukang bangunan mampu membiayai dua orang anaknya memperoleh gelar Sarjana. Sri Lestari anaknya yang sulung telah meraih sarjana pendidikan dan sekarang sebagai guru pada sebuah sekolah SMA di tempatnya. Juanto anaknya yang masih kuliah semester terakhir di AKAKOM (Akademi Komunikasi). Kemudian Juari menceritakan pengelolaan keuangan keluarganya. Untuk kebutuhan keluarga, dipenuhi dengan hasil buah-buhan dan sekolah anak-anaknya dengan uang hasil tukang bangunan suaminya. Menurut pengakuannya, ia bersama keluarga hidup pas-pasan saja. Yang penting anaknya sekolah.

Kamis, 10 Juli 2008

As Manulea Terus Berjuang

KOMUNITAS adat As Manulea bersama komunitas adat lainnya di nusantara, memperjuangkan Indonesia yang beragam dan menjunjung konstitusi. (*)